Berikut akan dijelaskan mengenai hukum melakukan Tahlil untuk orang mati seperti yangbanyak dilakukan di masyarakat kita. Kegiatan tersebut biasanya dibarengkan denganselamatan 7, 40, 100 dan 1000 hari setelah seseorang meninggal dunia. Juga dilakukanpada haul (peringatan setiap tahun). Bagaimanakah hukumnya? SELAMATAN KEMATIAN (TAHLILAN) BAGAIMANA HUKUMNYA?
Sudah menjadi tradisi masyarakat di Indonesia ketika salah seorang anggota keluarganyameninggal dunia, maka diadakan acara ritual ” Tahlilan “. Apakah acara tersebut berasaldari Islam ? Mari kita simak dengan hati nurani yang murni untuk mencari yang haq daridien yang kita yakini ini. Kita lihat acara dalam Tahlilan ( maaf ini hanya sepanjangpenulis ketahui, bila ada yang kurang harap maklum)Biasanya bila musibah kematian pagi hari maka di malam harinya diadakan acaraTahlilan ini yaitu dibacakan bersama-sama surat Yasin atau doa lainnya. Kemudian dido’akan untuk ahli mayit dan keluarganya dan terkadang ahli mayit menyediakanmakanan guna menghormati tamunya yang ikut dalam acara Tahlilan tersebut. Bahkanbiasanya acara ini bukan hanya pada hari kematian namun akan berlanjut pada hari ke 40dan seterusnya.Saudaraku, Mari kita simak Hadits Shahih berikut : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajalii, “Kami (yakni para Shahabat semuanya) memandang /menganggap (yakni menurut madzhab kami para Shahabat) bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk daribagian meratap.”Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat ( dapat dipercaya ) atas syaratBukhari dan Muslim, bahkan telah di shahihkan oleh jama’ah para ulama’ Mari kitaperhatikan ijma’/kesepakatan tentang hadits tersebut diatas sebagai berikut:Mereka ijma’ atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun ulama’(sepanjang yang diketahui penulis-Wallahua’lam ) yang mendhaifkan hadits tersebut.Mereka ijma’ dalam menerima hadits atau atsar dari ijma’ para shahabat yang diterangkanoleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorang pun ulama’ yang menolak atsar ini.Mereka ijma’ dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabatsampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telahdi ijma’kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Tahlillan atau Selamatan Kematian”.Mari kita simak dan perhatikan perkataan Ulama’ ahlul Ilmi mengenai masalah ini:Perkataan Al Imam Asy Syafi’I, yakni seorang imamnya para ulama’, mujtahid mutlak,lautan ilmu, pembela sunnah dan yang khususnya di Indonesia ini banyak yang mengakubermadzhab beliau, telah berkata dalam kitabnya Al Um (I/318) : ” Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak adatangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan .” ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi’I menerangkan menurut kebiasaan yaitu akanmemperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Samasekali tidak ! Perkataan Imam Syafi’I diatas tidak menerima pemahaman terbalik ataumafhum mukhalafah. Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil ataudi Tafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa : ” beliau dengan tegasMengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpulsaja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?” Perkataan Al Imam Ibnu Qudamah, dikitabnya Al Mughni ( Juz 3 halaman 496-497cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) : “Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yangdibenci ( haram ). Karena akan menambah ( kesusahan ) diatas musibah mereka danmenyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orangjahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar.Lalu Umar bertanya, ” Apakah mayit kamu diratapi ?” Jawab Jarir, ” Tidak !” Umarbertanya lagi, ” Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuatmakanan ? Jawab Jarir, ” Ya !” Berkata Umar, ” Itulah ratapan !” Perkataan Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, dikitabnya : Fathurrabbani TartibMusnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) : “Telah sepakat imam yang empat ( Abu Hanifah, Malik, Syafi’I dan Ahmad) atas tidakdisukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana merekaberkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalahHARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telahmemasukkannya ( yakni berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit ) bagian dari meratapdan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannyaberkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alas an ta’ziyah /melayat sebagaimanadikerjakan orang sekarang ini. Telah berkata An Nawawi rahimahullah, ‘Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit) dengan alas an untuk Ta’ziyah telah dijelaskan oleh ImamSyafi’I dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atasdibencinya (perbuatan tersebut).’ Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, ”Telah berkatapengarang kitab Al Muhadzdzab : Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta’ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (halyang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.” Perkataan Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320)telah menjelaskan tentang Bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahlimayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy Syaamil dan ulama lainnya danbeliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Perkataan Al Imam Asy Syairazi, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkanoleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab : “Tidak disukai /dibenci duduk-duduk ( ditempat ahli mayit ) dengan alasan untukTa’ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah “Bid’ah “. Perkataan Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, dikitabnya Fathul Qadir (2/142) dengantegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah yang jelek “.Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakana shahih. Perkataan Al Imam Ibnul Qayyim, dikitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskanbahwa berkumpul-kumpul ( dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah danmembacakan Qur’an untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari NabiSAW. Perkataan Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwahal tersebut menyalahi sunnah. Perkataan Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliaumenjawab :” Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit )membuatkan makanan untuk para penta’ziyah.” (Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal olehImam Abu Dawud hal. 139) Perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ” Disukai membuatkan makanan untuk ahlimayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuatmakanan untuk para penta’ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain.” (AlIkhtiyaaraat Fiqhiyyah hal. 93 ). Perkataan Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’I ( I/79), “Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit.”Kesimpulan: Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID’AH dengankesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama’ termasuk didalamnya imamempat. Akan bertambah bid’ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta’ziyah. Akan lebih bertambah lagi bid’ahnya apabila disitu diadakan tahlilan padahari pertama dan seterusnya.Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Saw kaum kerabat /sanakfamili dan para tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapatmengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabdaNabi Saw ketika Ja’far bin Abi Thalib wafat : ” Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far !Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka( yakni musibah kematian ).” (Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi’I ( I/317), AbuDawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)Wahai Saudaraku, Apakah perkataan orang-orang yang ahli dalam ilmu agama tersebutmasih belum meyakinkan?Marilah kita mencoba merenungi dengan hati yang jernih, janganlah kita kedepankanhawa nafsu kita. Tentu dalam hati kita senantiasa banyak pertanyaan yang mengganjaldiantaranya:Kenapa sejak dahulu, kakek kita, bapak kita, ustadz kita bahkan kyiai kitamengajarkannya dan bahkan sudah lumrah dimasyarakat ?Darimana mereka ( ustadz/kyiai kita ) mengambil dalilnya apa hanya budaya ?Wahai saudaraku, Dalam menilai sebuah kebenaran bukanlah disandarkan oleh banyakatau sedikitnya orang yang mengikuti, karena hal ini telah disindir oleh Alloh SWT dalamQS. Al An’aam 116 :”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscayamereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.”Marilah kita dalam beragama bersandarkan kepada dalil-dalil yang shahih karena denganberdasar hujjah ( dalil ) yang kuat maka kita akan selamat. Kita tidak boleh beragamahanya mengikuti orang lain yang tidak mengetahui tentangnya karena di akhirat kelakkita akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang telah kita lakukan di dunia,perhatikan peringatan Alloh dalam QS. Al Israa’ 36; “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuantentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintapertanggunganjawabnya.”Semoga Allah SWT memberikan taufik serta hidayah kepada kita sehingga mendapatridho dari Allah SWT atas amal-amal yang kita lakukan dan bukan sebaliknya, AmiinMaraji, dari kitab ” Al Masaail oleh Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat “
Sudah menjadi tradisi masyarakat di Indonesia ketika salah seorang anggota keluarganyameninggal dunia, maka diadakan acara ritual ” Tahlilan “. Apakah acara tersebut berasaldari Islam ? Mari kita simak dengan hati nurani yang murni untuk mencari yang haq daridien yang kita yakini ini. Kita lihat acara dalam Tahlilan ( maaf ini hanya sepanjangpenulis ketahui, bila ada yang kurang harap maklum)Biasanya bila musibah kematian pagi hari maka di malam harinya diadakan acaraTahlilan ini yaitu dibacakan bersama-sama surat Yasin atau doa lainnya. Kemudian dido’akan untuk ahli mayit dan keluarganya dan terkadang ahli mayit menyediakanmakanan guna menghormati tamunya yang ikut dalam acara Tahlilan tersebut. Bahkanbiasanya acara ini bukan hanya pada hari kematian namun akan berlanjut pada hari ke 40dan seterusnya.Saudaraku, Mari kita simak Hadits Shahih berikut : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajalii, “Kami (yakni para Shahabat semuanya) memandang /menganggap (yakni menurut madzhab kami para Shahabat) bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk daribagian meratap.”Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat ( dapat dipercaya ) atas syaratBukhari dan Muslim, bahkan telah di shahihkan oleh jama’ah para ulama’ Mari kitaperhatikan ijma’/kesepakatan tentang hadits tersebut diatas sebagai berikut:Mereka ijma’ atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun ulama’(sepanjang yang diketahui penulis-Wallahua’lam ) yang mendhaifkan hadits tersebut.Mereka ijma’ dalam menerima hadits atau atsar dari ijma’ para shahabat yang diterangkanoleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorang pun ulama’ yang menolak atsar ini.Mereka ijma’ dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabatsampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telahdi ijma’kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Tahlillan atau Selamatan Kematian”.Mari kita simak dan perhatikan perkataan Ulama’ ahlul Ilmi mengenai masalah ini:Perkataan Al Imam Asy Syafi’I, yakni seorang imamnya para ulama’, mujtahid mutlak,lautan ilmu, pembela sunnah dan yang khususnya di Indonesia ini banyak yang mengakubermadzhab beliau, telah berkata dalam kitabnya Al Um (I/318) : ” Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak adatangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan .” ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi’I menerangkan menurut kebiasaan yaitu akanmemperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Samasekali tidak ! Perkataan Imam Syafi’I diatas tidak menerima pemahaman terbalik ataumafhum mukhalafah. Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil ataudi Tafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa : ” beliau dengan tegasMengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpulsaja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?” Perkataan Al Imam Ibnu Qudamah, dikitabnya Al Mughni ( Juz 3 halaman 496-497cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) : “Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yangdibenci ( haram ). Karena akan menambah ( kesusahan ) diatas musibah mereka danmenyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orangjahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar.Lalu Umar bertanya, ” Apakah mayit kamu diratapi ?” Jawab Jarir, ” Tidak !” Umarbertanya lagi, ” Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuatmakanan ? Jawab Jarir, ” Ya !” Berkata Umar, ” Itulah ratapan !” Perkataan Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, dikitabnya : Fathurrabbani TartibMusnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) : “Telah sepakat imam yang empat ( Abu Hanifah, Malik, Syafi’I dan Ahmad) atas tidakdisukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana merekaberkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalahHARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telahmemasukkannya ( yakni berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit ) bagian dari meratapdan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannyaberkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alas an ta’ziyah /melayat sebagaimanadikerjakan orang sekarang ini. Telah berkata An Nawawi rahimahullah, ‘Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit) dengan alas an untuk Ta’ziyah telah dijelaskan oleh ImamSyafi’I dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atasdibencinya (perbuatan tersebut).’ Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, ”Telah berkatapengarang kitab Al Muhadzdzab : Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta’ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (halyang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.” Perkataan Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320)telah menjelaskan tentang Bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahlimayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy Syaamil dan ulama lainnya danbeliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Perkataan Al Imam Asy Syairazi, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkanoleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab : “Tidak disukai /dibenci duduk-duduk ( ditempat ahli mayit ) dengan alasan untukTa’ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah “Bid’ah “. Perkataan Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, dikitabnya Fathul Qadir (2/142) dengantegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah yang jelek “.Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakana shahih. Perkataan Al Imam Ibnul Qayyim, dikitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskanbahwa berkumpul-kumpul ( dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah danmembacakan Qur’an untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari NabiSAW. Perkataan Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwahal tersebut menyalahi sunnah. Perkataan Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliaumenjawab :” Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit )membuatkan makanan untuk para penta’ziyah.” (Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal olehImam Abu Dawud hal. 139) Perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ” Disukai membuatkan makanan untuk ahlimayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuatmakanan untuk para penta’ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain.” (AlIkhtiyaaraat Fiqhiyyah hal. 93 ). Perkataan Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’I ( I/79), “Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit.”Kesimpulan: Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID’AH dengankesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama’ termasuk didalamnya imamempat. Akan bertambah bid’ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta’ziyah. Akan lebih bertambah lagi bid’ahnya apabila disitu diadakan tahlilan padahari pertama dan seterusnya.Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Saw kaum kerabat /sanakfamili dan para tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapatmengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabdaNabi Saw ketika Ja’far bin Abi Thalib wafat : ” Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far !Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka( yakni musibah kematian ).” (Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi’I ( I/317), AbuDawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)Wahai Saudaraku, Apakah perkataan orang-orang yang ahli dalam ilmu agama tersebutmasih belum meyakinkan?Marilah kita mencoba merenungi dengan hati yang jernih, janganlah kita kedepankanhawa nafsu kita. Tentu dalam hati kita senantiasa banyak pertanyaan yang mengganjaldiantaranya:Kenapa sejak dahulu, kakek kita, bapak kita, ustadz kita bahkan kyiai kitamengajarkannya dan bahkan sudah lumrah dimasyarakat ?Darimana mereka ( ustadz/kyiai kita ) mengambil dalilnya apa hanya budaya ?Wahai saudaraku, Dalam menilai sebuah kebenaran bukanlah disandarkan oleh banyakatau sedikitnya orang yang mengikuti, karena hal ini telah disindir oleh Alloh SWT dalamQS. Al An’aam 116 :”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscayamereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.”Marilah kita dalam beragama bersandarkan kepada dalil-dalil yang shahih karena denganberdasar hujjah ( dalil ) yang kuat maka kita akan selamat. Kita tidak boleh beragamahanya mengikuti orang lain yang tidak mengetahui tentangnya karena di akhirat kelakkita akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang telah kita lakukan di dunia,perhatikan peringatan Alloh dalam QS. Al Israa’ 36; “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuantentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintapertanggunganjawabnya.”Semoga Allah SWT memberikan taufik serta hidayah kepada kita sehingga mendapatridho dari Allah SWT atas amal-amal yang kita lakukan dan bukan sebaliknya, AmiinMaraji, dari kitab ” Al Masaail oleh Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat “
Berikut akan dijelaskan mengenai hukum melakukan Tahlil untuk orang mati seperti yangbanyak dilakukan di masyarakat kita. Kegiatan tersebut biasanya dibarengkan denganselamatan 7, 40, 100 dan 1000 hari setelah seseorang meninggal dunia. Juga dilakukanpada haul (peringatan setiap tahun). Bagaimanakah hukumnya?SELAMATAN KEMATIAN (TAHLILAN) BAGAIMANA HUKUMNYA ? Sudah menjadi tradisi masyarakat di Indonesia ketika salah seorang anggota keluarganyameninggal dunia, maka diadakan acara ritual ” Tahlilan “. Apakah acara tersebut berasaldari Islam ? Mari kita simak dengan hati nurani yang murni untuk mencari yang haq daridien yang kita yakini ini. Kita lihat acara dalam Tahlilan ( maaf ini hanya sepanjangpenulis ketahui, bila ada yang kurang harap maklum)Biasanya bila musibah kematian pagi hari maka di malam harinya diadakan acaraTahlilan ini yaitu dibacakan bersama-sama surat Yasin atau doa lainnya. Kemudian dido’akan untuk ahli mayit dan keluarganya dan terkadang ahli mayit menyediakanmakanan guna menghormati tamunya yang ikut dalam acara Tahlilan tersebut. Bahkanbiasanya acara ini bukan hanya pada hari kematian namun akan berlanjut pada hari ke 40dan seterusnya.Saudaraku, Mari kita simak Hadits Shahih berikut : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajalii, “Kami (yakni para Shahabat semuanya) memandang /menganggap (yakni menurut madzhab kami para Shahabat) bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk daribagian meratap.”Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya) atas syaratBukhari dan Muslim, bahkan telah di shahihkan oleh jama’ah para ulama’ Mari kitaperhatikan ijma’/kesepakatan tentang hadits tersebut diatas sebagai berikut:Mereka ijma’ atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun ulama’(sepanjang yang diketahui penulis-Wallahua’lam ) yang mendhaifkan hadits tersebut.Mereka ijma’ dalam menerima hadits atau atsar dari ijma’ para shahabat yang diterangkanoleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorang pun ulama’ yang menolak atsar ini.Mereka ijma’ dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabatsampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telahdi ijma’kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Tahlillan atau Selamatan Kematian”.Mari kita simak dan perhatikan perkataan Ulama’ ahlul Ilmi mengenai masalah ini:Perkataan Al Imam Asy Syafi’I, yakni seorang imamnya para ulama’, mujtahid mutlak,lautan ilmu, pembela sunnah dan yang khususnya di Indonesia ini banyak yang mengakubermadzhab beliau, telah berkata dalam kitabnya Al Um (I/318) : ” Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak adatangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan .” ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi’I menerangkan menurut kebiasaan yaitu akanmemperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Samasekali tidak ! Perkataan Imam Syafi’I diatas tidak menerima pemahaman terbalik ataumafhum mukhalafah. Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil ataudi Tafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa : ” beliau dengan tegasMengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpulsaja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?” Perkataan Al Imam Ibnu Qudamah, dikitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki) : “Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yangdibenci (haram). Karena akan menambah (kesusahan) diatas musibah mereka danmenyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orangjahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar.Lalu Umar bertanya, ” Apakah mayit kamu diratapi ?” Jawab Jarir, ” Tidak !” Umarbertanya lagi, ” Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuatmakanan ? Jawab Jarir, ” Ya !” Berkata Umar, ” Itulah ratapan !” Perkataan Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, dikitabnya : Fathurrabbani TartibMusnad Imam Ahmad bin Hambal (8/95-96) : “Telah sepakat imam yang empat ( Abu Hanifah, Malik, Syafi’I dan Ahmad) atas tidakdisukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana merekaberkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalahHARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telahmemasukkannya ( yakni berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit ) bagian dari meratapdan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannyaberkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alas an ta’ziyah /melayat sebagaimanadikerjakan orang sekarang ini. Telah berkata An Nawawi rahimahullah, ‘Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alas an untuk Ta’ziyah telah dijelaskan oleh ImamSyafi’I dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atasdibencinya (perbuatan tersebut).’ Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, ”Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alas an untuk Ta’ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (halyang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.” Perkataan Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320)telah menjelaskan tentang Bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahlimayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy Syaamil dan ulama lainnya danbeliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Perkataan Al Imam Asy Syairazi, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkanoleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab : “Tidak disukai /dibenci duduk-duduk ( ditempat ahli mayit ) dengan alasan untukTa’ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah “Bid’ah “. Perkataan Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, dikitabnya Fathul Qadir (2/142) dengantegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah yang jelek “.Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakana shahih. Perkataan Al Imam Ibnul Qayyim, dikitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskanbahwa berkumpul-kumpul ( dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah danmembacakan Qur’an untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari NabiSAW. Perkataan Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwahal tersebut menyalahi sunnah. Perkataan Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliaumenjawab :” Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit )membuatkan makanan untuk para penta’ziyah.” (Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal olehImam Abu Dawud hal. 139) Perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ” Disukai membuatkan makanan untuk ahlimayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuatmakanan untuk para penta’ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain.” (AlIkhtiyaaraat Fiqhiyyah hal. 93 ). Perkataan Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’I ( I/79), “Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit.”Kesimpulan: Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID’AH dengankesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama’ termasuk didalamnya imamempat. Akan bertambah bid’ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta’ziyah. Akan lebih bertambah lagi bid’ahnya apabila disitu diadakan tahlilan padahari pertama dan seterusnya.Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Saw kaum kerabat /sanakfamili dan para tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapatmengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabdaNabi Saw ketika Ja’far bin Abi Thalib wafat : ” Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far !Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka( yakni musibah kematian ).” (Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi’I ( I/317), AbuDawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)Wahai Saudaraku, Apakah perkataan orang-orang yang ahli dalam ilmu agama tersebutmasih belum meyakinkan?Marilah kita mencoba merenungi dengan hati yang jernih, janganlah kita kedepankanhawa nafsu kita. Tentu dalam hati kita senantiasa banyak pertanyaan yang mengganjaldiantaranya:Kenapa sejak dahulu, kakek kita, bapak kita, ustadz kita bahkan kyiai kitamengajarkannya dan bahkan sudah lumrah dimasyarakat ?Darimana mereka ( ustadz/kyiai kita ) mengambil dalilnya apa hanya budaya ?Wahai saudaraku, Dalam menilai sebuah kebenaran bukanlah disandarkan oleh banyakatau sedikitnya orang yang mengikuti, karena hal ini telah disindir oleh Alloh SWT dalamQS. Al An’aam 116 :”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscayamereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.”Marilah kita dalam beragama bersandarkan kepada dalil-dalil yang shahih karena denganberdasar hujjah ( dalil ) yang kuat maka kita akan selamat. Kita tidak boleh beragamahanya mengikuti orang lain yang tidak mengetahui tentangnya karena di akhirat kelakkita akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang telah kita lakukan di dunia,perhatikan peringatan Alloh dalam QS. Al Israa’ 36; “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuantentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintapertanggunganjawabnya.”Semoga Allah SWT memberikan taufik serta hidayah kepada kita sehingga mendapatridho dari Allah SWT atas amal-amal yang kita lakukan dan bukan sebaliknya, AmiinMaraji, dari kitab ” Al Masaail oleh Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat “
terbukti mas, perbedaan itu ada sejak jaman dahulu kala
BalasHapusPerbedaan memang sejak dulu sudah ada, tapi yang kita ikuti adalah petunjuk Nabi saw, sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in
BalasHapus